Aku pernah terlahir disini
Tuhan menyuruhku bermain sesukan hati
Memberiku secarik kertas kecil yang kuanggap suci
Tak ternoda apapun bahkan wangi
Tuhan bilang aku harus menjaga ini
Kurasa disini sepi
Tidak, itu hanya opini
Mungkin karena diriku yang sukar berargumentasi
Menundukkan diri yang semakin hari
Semakin tuli
Lama kupatuhi perintahnya
Bermain dan tertawa
Berlari dan merasa
Memang semua ini nyata
Tak seperti sinetron dilayar kaca
Atau bahkan theater panggung budaya
Aku suka berlari
Berlari
Dan terus berlari
Tak perhatikan arah gerak kaki
Tak perhatikan orang-orang kurasa memaki
Seakan-akan mereka menasehati
Memang mereka menasehati
Aku berlari dan tersungkur
Dalam kubangan lumpur
Kertas yang kugenggam
Basah dan tenggelam
Ini salahku tak dengar orang mengecam
Aku bingung bagaimana ini
Aku tak lagi bisa mencuci
Bagaimana jika tuhan datang kemari
Menagih kertas itu lagi
Aku hanya bisa terdiam saat ini
Membungkam mata, telinga
Dan semua jadi suram
Kugenggam kertas ini
Ku tak ingin tuhan mengerti
Tapi, sampai kapan harus begini
Apakah aku hanya menyesali
Kalau aku pernah terlahir disini
Pesma, 13 Desember 2017
Tuhan menyuruhku bermain sesukan hati
Memberiku secarik kertas kecil yang kuanggap suci
Tak ternoda apapun bahkan wangi
Tuhan bilang aku harus menjaga ini
Kurasa disini sepi
Tidak, itu hanya opini
Mungkin karena diriku yang sukar berargumentasi
Menundukkan diri yang semakin hari
Semakin tuli
Lama kupatuhi perintahnya
Bermain dan tertawa
Berlari dan merasa
Memang semua ini nyata
Tak seperti sinetron dilayar kaca
Atau bahkan theater panggung budaya
Aku suka berlari
Berlari
Dan terus berlari
Tak perhatikan arah gerak kaki
Tak perhatikan orang-orang kurasa memaki
Seakan-akan mereka menasehati
Memang mereka menasehati
Aku berlari dan tersungkur
Dalam kubangan lumpur
Kertas yang kugenggam
Basah dan tenggelam
Ini salahku tak dengar orang mengecam
Aku bingung bagaimana ini
Aku tak lagi bisa mencuci
Bagaimana jika tuhan datang kemari
Menagih kertas itu lagi
Aku hanya bisa terdiam saat ini
Membungkam mata, telinga
Dan semua jadi suram
Kugenggam kertas ini
Ku tak ingin tuhan mengerti
Tapi, sampai kapan harus begini
Apakah aku hanya menyesali
Kalau aku pernah terlahir disini
Pesma, 13 Desember 2017
Aku kini gusar
Dengan pikirku yang tak akrab lagi
Seharusnya ini tak kulakukan
Ingin kujauhi
Tapi aku butuh
Aku perlu
Menendangku jauh kebelakang
Tak ada kata yang mau menghampiri
Aku hanya membisu
Mungkin hanya mata yang sanggup mengawasi
Memandang kosong sekitar
Itupun masih tak puas
Meninggikan tirani besi
Sulit kudaki
Semakin rapat
Menggelapkan pandangku
Rantai-rantai mulai menikam
tunduk dan terkekang
Aku masih saja terdiam
Semakin buram sajak-sajak itu
Begitupula harapanku
Aku tau aku harus melawan
Tapi dengan apa?
Apa aku harus menuntut
Lalu siapa yang mengadili
Apakah ada hakim yang sudi
Tak ada kurasa
Semua jauh dariku
Apa harus kupukul saja
Atau kubunuh dan musnah
Itu hanya khayal
Tembok ini masih mencengkram
Bahkan rantai tanganku
Terus mengekang
Apakah aku terlahir memang untuk ditindas?
Ditindas pikirku sendiri
Masih mungkinkah aku berontak...
Dengan pikirku yang tak akrab lagi
Seharusnya ini tak kulakukan
Ingin kujauhi
Tapi aku butuh
Aku perlu
Menendangku jauh kebelakang
Tak ada kata yang mau menghampiri
Aku hanya membisu
Mungkin hanya mata yang sanggup mengawasi
Memandang kosong sekitar
Itupun masih tak puas
Meninggikan tirani besi
Sulit kudaki
Semakin rapat
Menggelapkan pandangku
Rantai-rantai mulai menikam
tunduk dan terkekang
Aku masih saja terdiam
Semakin buram sajak-sajak itu
Begitupula harapanku
Aku tau aku harus melawan
Tapi dengan apa?
Apa aku harus menuntut
Lalu siapa yang mengadili
Apakah ada hakim yang sudi
Tak ada kurasa
Semua jauh dariku
Apa harus kupukul saja
Atau kubunuh dan musnah
Itu hanya khayal
Tembok ini masih mencengkram
Bahkan rantai tanganku
Terus mengekang
Apakah aku terlahir memang untuk ditindas?
Ditindas pikirku sendiri
Masih mungkinkah aku berontak...
Waktu membangunkanku
Dari dunia khayalku
Gelisah akan kenyataan yang kini mendera
Bahkan membabi buta
Merantai dogma orang-orang sekitarku
berdiaspora dalam seluruh alam pemikiranku
aku ragu tentang duniaku sekarang
bahkan aku juga ragu akan diriku sendiri
aku bingung apa yang harus kuperbuat
aku tak tahu apa yang harus kulakukan
akankah hanya mematung dan memandang
dan menjadi budak perasaan
hanya gundah dan gelisah entah masalah apa
aku tak tahu
kupikir hidupku hanya kebetulan
yang bermula dan yang berakhir
tak ada muara yang kuketahui
sesekali fikirku bertanya akan kebenaran tuhan
fikirku juga terus memaksaku
mencipta tanpa tujuan
keyakinan tentang tuhan kurasa hanya tentang dogma
orang-orang yang mengajariku berdiri mereka bilang sama
apakah tuhan hanya kenalan nenek moyang?
Atau siapa?
Lamaku dalam pangkuan
Mereka menyuapiku
Dengan kelembutan juga tanpa paksaan
suapan pertamaku hanya bernutrisi doktrin
serasa seperti bubur manis yang paling kusuka
aku melahap semuanya
memang semua tentang kebenaran
katanya….
Beranjak dewasa
jiwa kupaksa merelakan untuk meyakini
saat itu fikirku mulai bertanya
apakah tuhan memang ada?
Lalu siapa dia?
Kucoba terus berdialektika dengan diriku
Meskipun aku tak kenal siapa itu diriku
Berdiskusi dan adu argument
Sampai Seakan ada yang mengadu domba antara aku dan diriku
Mungkinkah diriku yang membuatku tersesat
Ataukah aku yang membuat diriku tersesat
Doktrin-doktrin itu masih membenalu padaku
Memaksa dan memaksa untuk terus mencari kebenaran
Tentangnya tuhan
Sering kudatangi orang-orang berjubah panjang
Untuk bertanya tentangnya
Tapi semua serasa tak ada bedanya
Masih dogma yang di tanamkannya
Sampai kapan aku harus merasakan kegelisahan ini
Atau memang inilah diriku makhluk yang gelisah
Aku ada hanya kebetulan?
Teori yang konyol, tak pantas naik pentas
Mungkin inilah diriku??
Fikirkan.
Pesma, 3 march 2017
At 11:39 pm
Dari dunia khayalku
Gelisah akan kenyataan yang kini mendera
Bahkan membabi buta
Merantai dogma orang-orang sekitarku
berdiaspora dalam seluruh alam pemikiranku
aku ragu tentang duniaku sekarang
bahkan aku juga ragu akan diriku sendiri
aku bingung apa yang harus kuperbuat
aku tak tahu apa yang harus kulakukan
akankah hanya mematung dan memandang
dan menjadi budak perasaan
hanya gundah dan gelisah entah masalah apa
aku tak tahu
kupikir hidupku hanya kebetulan
yang bermula dan yang berakhir
tak ada muara yang kuketahui
sesekali fikirku bertanya akan kebenaran tuhan
fikirku juga terus memaksaku
mencipta tanpa tujuan
keyakinan tentang tuhan kurasa hanya tentang dogma
orang-orang yang mengajariku berdiri mereka bilang sama
apakah tuhan hanya kenalan nenek moyang?
Atau siapa?
Lamaku dalam pangkuan
Mereka menyuapiku
Dengan kelembutan juga tanpa paksaan
suapan pertamaku hanya bernutrisi doktrin
serasa seperti bubur manis yang paling kusuka
aku melahap semuanya
memang semua tentang kebenaran
katanya….
Beranjak dewasa
jiwa kupaksa merelakan untuk meyakini
saat itu fikirku mulai bertanya
apakah tuhan memang ada?
Lalu siapa dia?
Kucoba terus berdialektika dengan diriku
Meskipun aku tak kenal siapa itu diriku
Berdiskusi dan adu argument
Sampai Seakan ada yang mengadu domba antara aku dan diriku
Mungkinkah diriku yang membuatku tersesat
Ataukah aku yang membuat diriku tersesat
Doktrin-doktrin itu masih membenalu padaku
Memaksa dan memaksa untuk terus mencari kebenaran
Tentangnya tuhan
Sering kudatangi orang-orang berjubah panjang
Untuk bertanya tentangnya
Tapi semua serasa tak ada bedanya
Masih dogma yang di tanamkannya
Sampai kapan aku harus merasakan kegelisahan ini
Atau memang inilah diriku makhluk yang gelisah
Aku ada hanya kebetulan?
Teori yang konyol, tak pantas naik pentas
Mungkin inilah diriku??
Fikirkan.
Pesma, 3 march 2017
At 11:39 pm
Pagi-pagi kuangkat kepala. Yah... meskipun agak susah sih tapi itu yang menuntut untuk tetap belajar tangguh dalam menjalani kehidupan. mata-mata manusi masih banyak yang terpejam waktu itu. Tapi hewan-hewan sudah berlarian mencari makan. Benarkah itu... ?? Emang kenyataannya begitu sih. Muamalah dilakukan oleh hewan-hewan dengan caranya. Burung pun kuamati begitu, mulai bersiul dan pergi mencari suplay penghidupan. Mereka yg berkeluarga pergi dan berjanji untuk kembali membawa segudang berkah untuk keluarganya.... itu mereka... hewan... bukan kita manusia....
Lantas kita sebagai manusia. Apa yg kita lakukan sekarang? Apakah tindakan kita bisa lebih mulia dari kaum mereka, ataupun tindakan kita malah lebih hina dari kaum mereka....
Ingat....
Kita manusia....
Memang kita diciptakan lebih mulia dari mereka....
Tapi bukan karna itu kita dapat mnyombongkan diri. Dan bukan karna itu pula kita tak perlu belajar dari mereka.
Tidur dan terus memejamkan mata memang tak salah. Tapi itu sebuah penghianatan akan indra yang ingin menatap dunia. Memang banyak manusia yang hanya mencoba untuk menikmati dunia. Tapi banyak pula yang susah dalam mendapati makna.
Lantas kita sebagai manusia. Apa yg kita lakukan sekarang? Apakah tindakan kita bisa lebih mulia dari kaum mereka, ataupun tindakan kita malah lebih hina dari kaum mereka....
Ingat....
Kita manusia....
Memang kita diciptakan lebih mulia dari mereka....
Tapi bukan karna itu kita dapat mnyombongkan diri. Dan bukan karna itu pula kita tak perlu belajar dari mereka.
Tidur dan terus memejamkan mata memang tak salah. Tapi itu sebuah penghianatan akan indra yang ingin menatap dunia. Memang banyak manusia yang hanya mencoba untuk menikmati dunia. Tapi banyak pula yang susah dalam mendapati makna.
Bising suara motor dan mobil mewah
Seakan sombong dan angkuh
Menyorot lampu tajam
Menyinari sampai tepi jalan
Terlihat bayang mereka di persimpangan
Menegakkan kaki mereka dalam pandang
Membenak dalam hati mereka dengan muram
Berharap semua dagangan dapat ludes
Menjadi nafkah yang ingin diberikan
Pada orang-orang rumah yang menanti
Selalu membenak dalam hati
adakah yang akan menepi?
Atau mereka semua gengsi?
Toko-toko besar di sepanjang pesisir trotoar
Berdiri kokoh menggusar hati mereka
Pemiliknya yang bukan anak bangsa
Mencoba tuk membunuh mereka
Tertanam lebih dalam rasa bimbang
Dan juga ancaman
Akankah mereka dapat terus bertahan
Persimpangan solo, 25 feb 2017
Seakan sombong dan angkuh
Menyorot lampu tajam
Menyinari sampai tepi jalan
Terlihat bayang mereka di persimpangan
Menegakkan kaki mereka dalam pandang
Membenak dalam hati mereka dengan muram
Berharap semua dagangan dapat ludes
Menjadi nafkah yang ingin diberikan
Pada orang-orang rumah yang menanti
Selalu membenak dalam hati
adakah yang akan menepi?
Atau mereka semua gengsi?
Toko-toko besar di sepanjang pesisir trotoar
Berdiri kokoh menggusar hati mereka
Pemiliknya yang bukan anak bangsa
Mencoba tuk membunuh mereka
Tertanam lebih dalam rasa bimbang
Dan juga ancaman
Akankah mereka dapat terus bertahan
Persimpangan solo, 25 feb 2017
Previous PostPostingan Lama
Beranda